Sabtu, 25 Desember 2010

karena semua ada waktunya dalam skenario-NYA

ditulis oleh : Ezra Dessabela Isnannisa
http://www.facebook.com/notes.php?subj=1491603533#!/note.php?note_id=323060468980 
WAKTU YANG TEPAT DARI-NYA

Malam ini bulan bertanya pada Tuhan, "Tuhan..kapankah aku bisa menyapa bumi?"

Tuhan menjawab "Malam ini kau bisa menyapa bumi.."

Lalu tiba-tiba hujan menghampiri Tuhan dan ikut bertanya,"Tuhan..jika bulan bisa menyapa bumi setelah dia bertanya kepadaMu, bolehkah aku ikut menyapa bumi juga sekarang setelah aku bertanya pada Mu?"

Tuhan menjawab "Baiklah..sekarang kau boleh juga menyapa bumi.."

Dan hujan pun tersenyum senang..

Dari kejauhan matahari melihat dan merasa iri,..
akhirnya ia-pun memutuskan untuk bertanya juga..
"Tuhan..berarti sekarang giliranku ya yang menyapa bumi?"

Sebelum Tuhan menjawab, matahari yakin Tuhan akan menjawab "Iya" maka iapun bersorak senang dan siap untuk menyapa bumi..

Tapi tiba-tiba Tuhan berkata "Jangan...bukan sekarang waktunya..kau tidak bisa menyapa bumi saat ini.."

Mataharipun kecewa dan bertanya,"Kenapa Tuhan?bukankah malam ini engkau mengijinkan bulan menyapa bumi setelah ia bertanya?dan bukankah begitu pula yang terjadi pada hujan?tapi kenapa Kau tidak mengijinkan aku?"

Tuhan kemudian tersenyum dan menjawab "Percayalah..kamu akan mempunyai waktumu sendiri untuk menyapa bumi.."

Mataharipun makin penasaran dan bertanya "Iya..tapi kapan waktu itu tiba Tuhan?"

Tuhan pun menjawab "Setelah ini,,,setelah hujan dan bulan..kamu akan mempunyai waktumu sendiri untuk menyapa bumi..Besok setelah bulan dan hujan kembali menyembunyikan dirinya, kamu akan menyapa bumi..menyapanya dengan sinarmu yang paling terang dan membuat bumi semakin berwarna..Percayalah esok adalah waktu yang tepat untukmu menyapanya"

Matahari kembali tersenyum dan berkata "Baiklah..aku percaya pada Mu..Engkau pasti akan memberikanku waktu yang tepat untuk menyapanya..."

Di bawah sana, bumi terus menunggu matahari untuk menyapanya...tapi di atas sana tanpa bumi ketahui Tuhan sudah menyiapkan waktu yang tepat untuk matahari menyapanya....=)


TENTANG MATAHARI DAN BUMI

Matahari terus menunggu waktu itu..waktu ia akan diperbolehkan menyapa bumi..

Saat matahari tengah menatap bumi dari kejauhan, Malaikat datang menghampiri matahari dan menyapa nya,"Hai matahari, apa yang sedang kau lakukan?"

Matahari melihat malaikat sambil tersenyum,"Aku hanya sedang menatap bumi.."

Malaikat berkata,"Maukah kau mendengarkan apa yang baru saja aku tanyakan kepada Tuhan?"

Spontan matahari langsung mengalihkan pandangannya dan mengangguk sambil tak sabar menunggu cerita malaikat..

Malaikatpun menceritakan semuanya ...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malaikat yang pada saat itu melihat matahari & bumi sudah begitu serasi pun bertanya kepada tuhan.
"Tuhan, kenapa tidak engkau biarkan saja matahari untuk menyapa bumi, aku yakin mereka akan bahagia, Bukankah matahari sudah terlalu sabar menunggu?"

Tuhanpun menjawab.
"Malaikat.. taukah kau kenapa aku masih menunda mereka untuk saling menyapa dan bertemu?" engkau lihat bumi, Bumi sudah membayangkan matahari akan menyapanya, tapi apa ia sudah mempersiapkan segalanya, ia masih sering malas untuk berotasi, padahal itu sudah menjadi kewajibannya, Bumi sering belum bisa menahan emosinya, bahkan sering menyalahkan matahari untuk sesuatu yang belum bisa dikerjakannya"

Malaikatpun terdiam, dan mencoba berkata lagi
"lantas bagaimana dengan matahari?"

Kali ini tuhanpun tersenyum.
"engkau lihat matahari, dia selalu sabar menunggu untuk menghangatkan bumi, tapi perhatikanlah.. matahari masih sering mengeluh melihat bulan & hujan saling menyapa. Mataharipun masih belum bisa menahan emosi melihat awan-awan bermain kecil diatas bumi, ia selalu ingin hanya sinarnya lah yang pantas dengan bumi. Mataharipun kadang masih mementingkan asik bermain dengan teman-temannya dari pada menemani bumi"

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah mendengar itu matahari terdiam...

Malaikat bertanya,"Hai matahari..kenapa kau terdiam?"

Matahari menjawabnya ,"Aku hanya berfikir..."

Kalimat itu terputus..Malaikatpun bertanya kembali,"Berfikir?Berfikir apa?"

Matahari menjawab,"Jika memang bumi belum siap karena ia malas untuk berotasi, aku akan membantunya untuk bangkit dengan sinarku...jika bumi belum siap untuk menahan emosinya, sesekali aku akan minta bantuan angin dan hujan untuk menghilangkan emosi itu...tapi bagaimana aku dapat menyinari bumi dengan sempurna jika bulan dan hujan terlalu sering menghalangi sampai pada akhirnya aku pun tertutup oleh mereka...dan bukankah itu hal yang wajar apabila matahari hanya ingin sinarnya yang menyinari bumi?Bukankah matahari pun diciptakan satu untuk menyinari satu bumi juga?"

Malaikat terdiam...

Melihat Malaikat terdiam, matahari melanjutkan kembali,"Tapi..aku sadar..bukankah matahari, bulan, hujan, angin, dan awan-awan diciptakan untuk menemani bumi?Dan semuanya masing2 memiliki waktunya untuk menyapa bumi..Apa yang terjadi jika hujan dan angin terus menerus?Pasti akan menimbulkan kekacauan di bumi...Lalu bagaimana jika bulan yang menutupi bumi terus menerus? Maka bumi tidak akan pernah merasakan sinaran dari matahari..Dan jika tidak ada awan-awan? Betapa kosongnya bumi tanpa hiasan awan-awan di langit-langitnya..Kami semua mempunyai waktu masing-masing untuk menyapa bumi..tanpa harus menghalangi satu sama lain..Mungkin saat ini Tuhan benar..aku masih terlalu egois sehingga ingin menciptakan siang terus menerus di bumi.."

Mendengar jawaban itu kemudian malaikat bertanya kembali,"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

Matahari menjawab, "Aku akan tetap disini..memandangi bumi yang bertegur sapa dengan bulan dan hujan dan asik bermain dengan awan..Aku akan tetap disini...mencoba menurunkan egoku agar aku bisa ikhlas menerima bumi yang nantinya akan merasakan malam, hujan dan bukan hanya merasakan cahayaku...Aku akan tetap disini..menunggu sampai pada waktunya nanti Tuhan akan berkata, "Ini adalah waktumu...." Ya...aku tetap disini menanti waktu yang tepat..."

Matahari kembali terdiam menatap bumi sambil tersenyum...


MALAIKAT MEMANDANG BUMI DAN MATAHARI

Setelah perbincanganku dengan Tuhan dan matahari, aku sesungguhnya masih punya banyak pertanyaan. Tapi kusimpan sendiri, malu aku terlalu banyak bertanya pada Tuhan. Karena sesungguhnya tak ada rencananya yang tak sempurna. Yang ada hanyalah kita yang terlalu banyak bertanya dan meragukan kesempurnaan rencana-Nya.

Waktu yang diperdebatkan matahari dan bumi itu sesungguhnya sudah ada. Mereka hanya perlu saling bersiap untuk saling menyambut. Nanti, saat masanya tiba.

Matahari dan bumi memang sudah tercipta untuk satu sama lain. Bayangkan bumi tanpa matahari. Dia akan berhenti berputar, membeku, dan membinasakan kehidupan di dalamnya. Begitupun Matahari, tanpa bumi, takkan ada yang setia mengitarinya sepanjang tahun. Takkan mungkin matahari berarti bagi kehidupan jika bumi menolak pancaran sinarnya.

Mereka bahkan tak sadar banyak hal-hal hebat berasal dari mereka. Air di bumi, dengan bantuan matahari, berubah menjadi awan penghias langit. Awan itu kemudian berkumpul dan menciptakan hujan. Akankah ada hujan jika matahari tak mengalah membiarkan hujan tumpah membasahi bumi yang dicintainya? Matahari membiarkannya, karena sadar tanpa awan dan hujan bumi kesayangannyanya akan kering, lalu mati.

Dan tentang bulan yang dicemburui matahari, bukankah bulan itu hanyalah pantulan sinar matahari? Akankah cahaya bulan mengalahkan matahari? Kau terlalu khawatir terhadap bumimu matahari. Kadang kau memang harus memunggungi bumi, membiarkan ia dalam kegelapan. Agar ia tak terus-terusan silau dengan sinarmu. Agar bumi tahu rasanya tanpamu, gelap. Maka kemudian dia akan merindukanmu dan makin menyadari arti pentingnya cahayamu.

Ahh, yang terpenting adalah kalian harus tetap saling menunggu. Menunggu sambil ditemani awan, hujan, bulan, bintang dan kawan-kawanmu lainnya. Aku bersama semua yang mengelilingi mereka, terus menerus berdoa dan ikut menanti waktu keduanya menyatu. Menyatu dalam tarian indahnya cahaya lembut matahari yang nantinya akan menyentuh bumi, setelah penantian panjang mereka.



Tetaplah di sana bumi

Tetaplah di sana matahari

Tunggulah isyarat Tuhan saat waktunya tiba



Aku dan Tuhan di sini menyaksikan romantika kalian, sembari tersenyum

Kau akan tahu indahnya nanti, saat waktunya tiba




adapted from :
http://ngerumpi.com/baca/2010/02/19/waktu-yang-tepat-dari-nya.html
http://ngerumpi.com/baca/2010/02/21/tentang-matahari-dan-bumi.html
http://ngerumpi.com/baca/2010/02/21/malaikat-memandang-bumi-dan-matahari.html

tidak selalu harus berwujud bunga

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus saya akui, bahwa saya mulai merasa lelah. Alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?" tanya suami saya dengan terkejut.

"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan" jawab saya.

Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?

Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiran kamu?"

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan mengubah pikiran saya. Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."

Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu khawatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."

"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."

"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."

"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir menangisi kematian saya."

"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih daripada saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.

"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."

"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang segelas susu dan roti kesukaan saya.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih daripada dia mencintai saya.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".


sumber : http://www.invisibleman0595.co.cc/2010/02/tidak-selalu-harus-berwujud-bunga.html

Zhang Da, kisah teladan dari negeri Cina



Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggung jawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk papanya dan juga dirinya sendiri. Ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah. Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah, di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

Zhang Da Merawat Papanya yang Sakit
Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggung jawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya. Ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya. Semua ia kerjakan dengan rasa tanggung jawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggung jawabnya sehari-hari.

Zhang Da Menyuntik Sendiri Papanya
Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur 10 tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, saya pun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah? Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"

Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu." Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!" demikian Zhang dan bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu. Saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya? Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya, pasti semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apayang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.


sumber : http://www.invisibleman0595.co.cc/2010/02/zhang-da-sebuah-kisah-teladan-dari.html

TIPS : menghilangkan noda jerawat dengan bahan alami

Jerawat yang tak kunjung hilang bisa membuat kepercayaan diri kita menurun, apalagi kalau sampai meninggalkan bekas yang menodai wajah.
Berikut ini adalah beberapa tips untuk mengatasi jerawat dan menghilangkan bekas jerawat tanpa menggunakan obat-obatan. Cukup menggunakan bahan-bahan alami yang sebagian besar mungkin ada di rumah Anda.
- Es Batu: Usapkan es ke permukaan wajah untuk merapatkan pori-pori sehingga pertikel-partikel luar penyebab jerawat tidak masuk ke dalam kulit.

- Irisan Tomat: Mengusapkan irisan tomat pada luka bekas jerawat terbukti dapat menghilangkan noda yang mengganggu.

- Jus Ketimun: Jus ketimun merupakan toner kulit alami yang bisa memperbaiki tekstur kulit. Ketimun dapat mengurangi peradangan, menghaluskan kulit dan menyembuhkan luka yang disebabkan jerawat.

- Putih Telur: Putih telur mudah sekali diperoleh dan cukup efektif untuk mengatasi jerawat. Oleskan putih telur pada jerawat dan biarkan semalaman agar jerawat anda membaik.

- Kunyit: Di belahan dunia timur kunyit telah beribu-ribu tahun dikenal sebagai produk kecantikan. Salah satu khasiatnya adalah mengurangi luka bekas jerawat..

- Lidah Buaya: Lidah buaya merupakan penyembuh yang mujarab, termasuk untuk menghilangkan bekas jerawat. Caranya tinggal oleskan lender bagian dalam lidah buaya ke kulit secara teratur.

- Air Lemon: Oleskan air perasan jeruk lemon pada noda jerawat dan biarkan beberapa saat sebelum membasuhnya dengan air. Lemon memiliki kandungan yang bisa mencerahkan warna kulit. Lemon juga bisa membuang sel kulit mati serta membuat kulit lebih elastis.

- Minyak Zaitun: Selain membuat masakan lezat, minyak zaitun juga bisa menghilangkan noda jerawat. Pijat dengan lembut wajah Anda dengan minyak jerawat terutama di bagian yang terdapat noda jerawat.

- Madu: Madu adalah pelembab alami. Masker madu juga telah lama diyakini bisa membuat kulit wajah tampak lebih cerah dan bersinar.

- Air: Bisa dibilang air adalah metode perawatan wajah yang paling baik yang bisa kita peroleh dari alam. Minum air yang cukup untuk membuang racun-racun dari dalam tubuh. Air juga bisa membantu meluruhkan sel-sel kulit mati.

- Buah dan Sayuran: Perbanyak konsumsi buah dan sayuran untuk membuat kulit lebih sehat.


sumber : http://aneh22.blogspot.com/2009/03/tips-tuntaskan-noda-jerawat-dengan.html

belajar sambil mendengarkan musik

ditulis oleh : Rangga Pranoto
http://www.facebook.com/home.php#!/note.php?note_id=391046598954

ini adalah artikel psikologi gw yang pertama , happy reading !!!

****

kata orang orang , dalam proses belajar , manusia itu ada yang visual , audio , audio-visual , atau kinestetis . pasti udah pada tau artinya kan ?

kalo orang visual , belajar harus pake gambar

kalo orang audio , belajar harus dengerin pelajarannya

kalo audio-visual , ini lebih manja lagi , harus multimedia gitu lah belajarnya

kalo kinestetis , dia harus memegang sesuatu yang ingin dipelajarinya , harus menirukan sesuatu tersebut dengan gerakan tubuhnya ... kira kira begitu

intinya , kalo mau sukses dalam BELAJAR , harus paham model pembelajarannya ...

****

tapi setelah baca sana sini , gw sekarang nyaho , kalo belajar itu bukan masalah CARANYA (visual , audio , kinestetis) ... tapi pada masalah TAHAPANNYA .

belajar itu jadi sebenarnya ada dua tahapan , yang mana tahapan pertama itu adalah fase PENGENALAN . fase ini lebih menitikberatkan fungsi OTAK KIRI , yaitu logika .

misalnya , ketika kita pertama kali belajar suatu konsep matematika , atau fisika . kita pasti butuh KONSENTRASI penuh . KERINGETAN . PUSING . CAPE . hal itu semua wajar terjadi di fase PENGENALAN .

dan , pada fase pertama ini , sangat tidak disarankan belajar sambil mendengarkan MUSIK . soalnya , distraksi-distraksi (pengalihan perhatian) seperti itu bakal membuat proses PENGENALAN menjadi tidak efektif .

okay , fase PENGENALAN pun sudah berakhir , maka proses belajar maju ke tahap kedua yaitu fase PEMAHAMAN . fase ini lebih menitikberatkan fungsi OTAK KANAN , yaitu kreatifitas . atau sebut saja , kemampuan untuk melihat sesuatu secara garis besar .

dalam contoh tadi , ibaratkan kita sudah KENAL rumus matematika baru , rumus fisika baru . tapi kita masih belum PAHAM kapan kita harus menggunakan rumus tersebut . kita juga belum paham kaitan antara rumus yang satu dengan yang lain . kita juga masih bingung jika ada soal yang sedikit KREATIF , ANEH , atau bahasa anak SMA : "SOAL YANG DIPUTER2"

disinilah fungsi OTAK KANAN bekerja , kreatif , melihat secara garis besar . dan , pada fase ini , disarankan kita belajar dengan mendengarkan MUSIK . karena OTAK KANAN cenderung bekerja lebih baik ketika ada PENGALIHAN PERHATIAN . sebenarnya , tidak hanya dengan MUSIK saja , tapi bisa dengan MENGOBROL , MAIN HAPE , BACA KOMIK , dll .

****

konsep belajar ini bisa diterapkan dan berlaku pada banyak hal lainnnya .

misalnya , ketika kita sedang ingin menulis puisi , atau membuat lirik lagu , kita bisa lebih mudah melakukannya ketika sedang berada di alam terbuka , atau dengan mendengarkan MUSIK . dalam proses KREATIF , kita butuh PENGALIHAN PERHATIAN .

****

hemm , mungkin juga ada yang pernah bertanya-tanya : kenapa sih MUSISI atau ANAK BAND suka sok keren , maen gitar pake goyang-goyang kepala , naik-naikin kaki ke sound system , loncat-loncat , grasak-grusuk ?

sebenarnya , memang ada yang sok keren seperti itu :D

tapi , gerakan-gerakan itu , yang biasa mereka sebut "MENGHAYATI MUSIK" atau "GW SEDANG FLY" ... sebenarnya adalah PENGALIHAN PERHATIAN , agar fungsi otak kanan mereka bekerja lebih dominan . musik adalah hal yang mengandalkan fungsi otak kanan manusia , jadi wajar kan .

oleh karena itu , sebenarnya ga terlalu sering , anak band yang udah profesional , GRASAK GRUSUK di awal lagu .

pasti ... awal-awal bermain , mereka nyelow dulu , konsentrasi dulu pada beat musik , ritme musik , dan lain lain .

baru pada verse ke dua atau ke tiga , mereka fly , spontan , menghayati , soul ...

VIVA LA COBRA !

level of LOVER

ditulis oleh : Rangga Pranoto
http://www.facebook.com/home.php#!/note.php?note_id=411057578954

menurut hemat saya , berdasarkan yang sudah saya baca dan yang saya alami sendiri , ada 4 level cowok dalam dunia percintaan :

1. Clueless guy

cowok yang belum mengerti tentang seluk beluk mekanika proses jatuh cinta . masih menganggap bahwa cinta adalah sesuatu yang sepenuhnya di luar kontrol , serba kebetulan , sepenuhnya di naungan takdir , dan akan tumbuh dengan sendirinya seiring dengan waktu dan panjatan doa . sayangnya , doa saja memang tidak cukup

2. Game guy

cowok yang udah ngerti tentang romansa , percaya bahwa cinta cintaan hanyalah sekedar game yang punya rules , yang manakala ketika kita bermain sesuai rules yang ada , maka kita akan menang . anyway , its about "WINNING someone heart , huh ? so its about GAME !"
sayangnya , cowok tipe ini masih cenderung manipulatif dan serba itung itungan . masih belum menangkap konsep dari "cinta sejati"

3. Natural guy

cowok yang udah ngerti tentang romansa , dan mengerti luar dalam konsep dari cinta cintaan itu . tidak perlu berpikir banyak ketika akan beraksi . dirinya dan game itu telah bersatu . sudah tidak lagi mencari validasi dengan cara mendapatkan wanita . still , cowok tipe ini masih menganggap bahwa hubungan dengan wanita hanyalah senang senang saja .

4. Mature guy

cowok , atau mungkin pria tipe ini adalah sesosok yang bertanggung jawab terhadap sebuah hubungan dengan wanita . tidak ada istilah senang senang , semuanya harus punya tujuan ke depan yang matang . "the one that distinguish between the immature and mature is responsibility" . ia sudah mengerti , bahwa inti dari cinta adalah memberi dan mencintai , bukan melulu mengharapkan sesuatu

Selasa, 21 Desember 2010

Einstein's Logic

ada lima buah rumah yang masing-masing memiliki warna yang berbeda-beda, dengan urutan dari kiri ke kanan. setiap rumah dihuni satu orang pria dengan kebangsaan yang berbeda-beda. setiap penghuni rumah menyukai jenis minuman tertentu, menggunakan satu merk hprtentu, dan memelihara binatang tertentu. tak satupun dari kelima pria tersebut yang minum minuman yang sama, menggunakan merk hp yang sama, dan memelihara binatang yang sama.

PERTANYAAN : siapakah yang memelihara IKAN???


PETUNJUK:
orang inggris tinggal di dalam rumah berwarna merah
orang swedia memelihara anjing
rumah berwarna putihterletak tepat di sebelah kiri rumah berwarna coklat
orang denmark senang minum teh
penghuni rumah berwarna putih senang minum kopi
orang yang menggunakan handphone nokia memelihara burung
penghuni rumah yang terletak di tengah-tengah senang minum susu
penghuni rumah berwarna kuning menggunakan handphone sony ericsson
orang norwegia tinggal di rumah pertama
orang yang menngunakan blackberry tinggal di sebelah orang yang memelihara kucing
orang yang memelihara kuda tinggal di sebelah orang yang menggunakan sony ericsson
orang yang menggunakan handphone samsung senang minum bir
disebelah rumah berwarna biru tinggal orang norwegia
orang jerman menggunakan i-phone
orang yang menggunakan blackberry bertetanggaan dengan orang yang minum air

CATATAN:
albert einstein menyusun yeka-teki ini pada abad yang lalu.
dia mengatakan 98% penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini.
apakah anda termaksud dalam 2% yang bisa memecahkan nya???
yang jelas saya termaksud yang 98% nya !! ahhahhah

Why Men Don't Listen and Women Can't Read Map

Cewek berbeda dari cowok. Itu jelas. Kalo cowok mo ke toilet, biasanya dia pergi memang ada maksud dan tujuannya yang jelas, yaitu buang air (besar atau kecilnya nggak usah dibahas lah yau!)Tapi cewek ke toilet selain tujuan utama, bisa aja ada tujuan lain, karena mo ngobrol atau pengen curhat sama temen cewek lainnya (terutama nyurhatin soal Pujaan Hati, kan ini satu-satunya tempat si PH nggak bisa ikutan masuk). Jadi jangan heran kalo cewek sering ngajak-ngajak cewek lain kalo mo ke toilet. Coba kalo Bang Darman tiba-tiba bilang gini ke Heri, "Her, gue mo ke toilet, ikut yuk?" Apa nggak bakal bengong tampang para mudikans...

Sebagian besar cowok suka mendominasi remote control TV dan gonta-ganti channel pas lagi iklan; padahal cewek nggak apa-apa tuh kalo nonton iklan. Kalo stress, cewek nyari coklat dan pergi shopping; kalo cowok stress,yang ngerokok pasti langsung ngepul asapnya, kalo nggak bisa jadi marah-marah atau malah diem aja. "Cowok itu kurang sensitif, nggak ngasih perhatian, nggak dengerin kalo kita lagi ngomong, nggak hangat, suka diem aja, nggak keliatan sayangnya, nggak berani punya komitmen!"
''Cewek itu jarang yang bisa nyetir, kalo baca peta suka salah, suka bingung sendiri lagi ada di mana, kalo ngomong nggak bisa berhenti, udah gitu nggak ketauan maksudnya mo ngomongin apa, emangnya gue bisa baca pikirannya"
Sounds familiar nggak sih? Banyak hubungan cowok-cewek yang jadi ruwet karena cowok nggak ngerti kenapa cewek itu jalan pikirannya nggak bisa seperti cowok, dan cewek berharap cowok-cowok itu bisa ngerti jalan pikiran cewek. Nah, berangkat dari ke-frustasi-an hubungan cowok cewek di jaman modern ini, gue - eh salah - maksudnya sepasang suami istri Allan & Barbara Pease mengumpulkan hasil riset dari segala penjuru dunia dan dirangkum dalam buku mereka yang berjudul, "WhyMen Don't Listen & Women Can't Read Map".
Tapi, atas usul temen gue - kebetulan cowok - judul artikel ini diganti menjadi "Why Men Don't Listen & Women Can't Stop Talking". Inti dari buku tersebut adalah bahwa cowok dan cewek itu sebenernya telah berevolusi secara fisik tapi masih membawa kebiasaan dari cowok-cewek jaman purba. Pas jaman purba kan cowok berburu, cewek tinggal di gua. Cowok melindungi, cewek mengurus anak. Sebagai akibatnya, tubuh dan otaknya pun berkembang mengikuti kebiasaan jaman purba ini. Selama jutaan tahun, struktur otak cowok dan cewek terus berubah dengan caranya masing-masing. Sampailah kita pada jaman modern ini, di mana ternyata cowok dan cewek itu berbeda dalam memproses informasi yang masuk ke otaknya. Jalan pikirannya memang berbeda. Pengertiannya akan suatu hal pun berbeda. Persepsi, prioritas dan tingkah lakunya juga beda.
Kasus mentega di kulkas
Setiap cewek di dunia pasti pernah mengalami ini.Kisahnya berawal dari cowok yang berdiri di depan kulkas yang terbuka...
Cowok : "Menteganya mana ya?"Cewek : "Di dalem kulkas"Cowok : "Nggak ada tuh" - sambil celingak-celinguk ke dalem kulkas...Cewek : "Kok bisa nggak ada? Dari dulu juga ditaruh di kulkas"Cowok : "Mana? Nggak ada. Gue udah cari. Nggak ada apa-apa tuh di kulkas"Terus si Cewek akhirnya harus ikutan ke dapur, ikutan ngelongok ke kulkas dan ... secara ajaib bin sulap, tangannya udah megang mentega.Apa komentar selanjutnya dari si Cowok? "Ditaruhnya di situ sih... terang aja tadi nggak keliatan!"
Kejadian semacam ini juga terulang kembali, ketika si Cowok mencari selai Strawberry dan tidak ketemu. Dia hanya menemukan selai Nanas, padahal selai Strawberry itu ada di belakang selai Nanas ... haiya, cowok.
Cowok kadang ngerasa cewek suka ngerjain mereka dengan cara ngumpetin barang-barang di laci atau lemari. Baik itu mentega, selai, gunting, handphone, kunci mobil, kunci rumah, dompet - semuanya sih sebenernya ada di situ. Tapi entah kenapa mata cowok kayaknya nggak bisa ngeliat.
Alasan sebenernya nih adalah karena cewek punya jangkauan sudut pandangan yang lebih besar daripada cowok. Bila diukur dari hidung, bisa mencapai 45° ke arah kiri-kanan-atas-bawah, bahkan ada yang mencapai 180°. Jadi cewek bisa liat isi kulkas atau lemari tanpa menggerakkan kepalanya. Sementara cowok kalo ngeliat sesuatu lebih terfokus dan otaknya memproses seolah mereka ngeliat dalam terowongan yang panjang. Alhasil, mereka bisa ngeliat jelas dan akurat apa yang ada tepat di depan mata dan jaraknya lebih jauh, hampir mirip seperti ngeliat lewat teropong.
Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa otak cowok mencari kata M-E-N-T-E-G-A atau S-T-R-A-W-B-E-R-R-Y di kulkas. Kalo kotak mentega atau botol selainya salah arah, udah nggak keliatan deh. Makanya selama mencari kepalanya celingukan terus karena berusaha menemukan benda yang 'hilang' tersebut.
Sebenernya ada implikasi lain dari perbedaan besar sudut pandang ini. Dengan sudut pandang yang jauh lebih besar dari cowok, mata cewek bisa ngelaba tanpa perlu takut ketahuan. Sementara kalo cowok, udah pasti kena tuduh atau ketangkep basah kalo matanya lagi jelalatan. Penelitian mengungkapkan bahwa : mata cewek ngeliat bodi-bodi cowok sama seringnya, bahkan lebih sering, daripada cowok ngeliatin bodi-bodi cewek. Tapi, dengan daya pandang yang jauh lebih superior, cewek jarang ketahuan...
Kenapa Cewek Bisa Ngomong Terus ?
Dalam struktur otak cewek, kemampuan untuk berbicara terutama ada di bagian depan otak kiri dan sebagian kecil di otak sebelah kanan. Sementara buat cowok, kemampuan berbicara dan bahasa itu bukan kemampuan otak yang kritis. Adanya pun cuma di otak kiri dan tidak ada area yang spesifik. Jadi jangan heran kalau cewek seneng ngomong dan banyak pula yang diomongin, karena kedua belah otaknya mampu bekerja sekaligus.
Otak cowok itu terkotak-kotak dan mampu memilah-milah informasi yang masuk. Di malam hari, setelah seharian penuh aktivitas, cowok bisa menyimpan semuanya di otaknya. Sementara otak cewek tidak bekerja seperti itu - informasi atau masalah yang diterimanya akan terus berputar-putar dalam otaknya. Dan ini nggak akan berhenti sampe dia bisa mencurahkan isi otaknya alias curhat. Oleh sebab itu, kalo cewek bicara, tujuannya adalah untuk mengeluarkan uneg-unegnya, bukan untuk mencari kesimpulan atau solusi.
Cewek juga berusaha membangun hubungan lewat pembicaraan. Rata-rata cewek bisa bicara 20 ribu kata dalam sehari. Sementara cowok hanya sekitar 7 ribu kata sehari. Perbedaan ini kelihatan jelas ketika jam makan malam tiba. Cowok sudah menghabiskan 7 ribu katanya dan nggak mood untuk bicara lebih lanjut. Persediaan si cewek tergantung dari apa yang sudah ia lakukan sepanjang hari. Kalau dia sudah banyak berbicara dengan orang lain hari itu, dia pun akan sedikit berbicara. Kalau dia tinggal di rumah saja, mungkin ia sudah menggunakan 3 ribuan kata.Masih ada 17 ribu lagi!
Cowok cuman bisa melakukan satu hal pada suatu waktu!
Semua penelitian yang ada menemukan bahwa otak cowok lebih terspesialiasi, terbagi-bagi. Otak cowok berkembang sedemikian sehingga mereka hanya dapat berkonsentrasi pada satu hal yang spesifik pada suatu saat, sehingga sering mereka bilang mereka bisa ngerjain semuanya tapi 'satu-satu donk'.
Kalo cowok minggirin mobil untuk baca peta, biasanya dia juga akan ngecilin suara radio atau tape. Banyak cewek yang bingung kenapa. Kan bisa aja baca peta sambil denger radio dan bicara.Kenapa cowok bersikeras ngecilin suara TV kalo ada telepon? Atau kadang cewek suka bingung "Kalo dia lagi baca koran atau nonton TV, kok dia nggak bisa denger tadi gue bilang apa?"Jawabannya adalah karena sedikit sekali jaringan yang menghubungkan otak kiri dan kanan cowok, sehingga kalo cowok yang lagi baca koran atau nonton TV di-scan otaknya, kita bakal tau bahwa dia seketika itu juga jadi tuli. Sementara otak cewek punya konstruksi yang memungkinkan cewek melakukan banyak hal sekaligus. Cewek bisa melakukan banyak hal yang sama sekali nggak berhubungan pada waktu bersamaan, dan otaknya nggak pernah putus, selalu aktif! Cewek bisa bicara di telpon, pada saat yang sama masak di dapur dan nonton TV. Atau dia bisa nyetir, dandan, dengerin radio dan bicara lewat hands-free. Bayangin aza si Epe yang lagi telp pake HP-nya terus sambil melakukan sesuatu yang laen (misalnya makan atau masak). Kalo dia cuma bisa melakukan 1 hal pada suatu waktu, wah gawat, bisa kebakaran jenggot kali, nanti kerjanya cuma telpon terus dong, he he.
Lain halnya dengan cowok, pernah terjadi juga kejadian begini. Si Cowok emang udah lapar banget dan dia makan dengan lahapnya di meja makan. Nah, kebetulan di atas meja itu ada beberapa surat yang hari itu dikirim untuk setiap penghuni lat. Sambil si Cowok makan, tangannya membuka satu amplop surat, maksudnya ingin makan sambil baca surat miliknya ... tapi apa yang terjadi, cowok itu salah buka surat, dia buka surat orang lain, he he he, bener-bener dah terbukti kalo "Man can't do more than one task at the same time".
Tapi karena cewek bisa pakai 2 sisi otaknya secara bersamaan, banyak cewek yang bingung ngebedain kanan dari kiri. Sekitar 50% cewek nggak bisa secara langsung nunjuk mana kanan dan mana kiri kalau ditanya. Tapi cowok bisa secara langsung mengidentifikasi kanan dari kiri. Sebagai akibatnya, cewek sering dimarahin cowok karena nyuruh mereka belokin mobilnya ke kanan - padahal maksud mereka sebenernya adalah belok kiri.
Strategi 'Sepatu Biru atau Emas'
Alkisah Bambang dan Fenny sedang siap-siap untuk pergi ke pesta. Fenny baru aja beli baju baru dan pengen banget keliatan cantik. Dia pegang 2 pasang sepatu, sepasang warna biru, sepasang warna emas. Lalu dia bertanya ke Bambang, dengan pertanyaan yang paling ditakutincowok, "Bang, yang mana yang musti Fenny pake dengan baju ini ya?"Keringet dingin Bambang mulai keluar. Dia sadar sebentar lagi bisa muncul salah. "Ahh... umm... yang mana aja yang kamu suka Sayang," Gitu jawab Bambang. "Ayo donk Bang," kata Fenny lagi, nggak sabaran, "Yang mana yang keliatan lebih bagus ... yang biru atau yang emas?" "Kayaknya yang emas deh!" jawab Bambang, dengan gugup. "Emangnya yang biru kenapa?" tuntut Fenny. "Kamu emang dari dulu nggak pernah suka sama yang biru! Aku beli mahal-mahal dan kamu nggak suka, kan?" Bambang dalem hatinya mungkin udah dongkol, "Kalo nggak mau denger pendapatku, kok tadi nanya!"Bambang pikir tadi dia disuruh menyelesaikan suatu masalah, tapi ketika masalahnya sudah ia selesaikan, Fenny malah kesel. Fenny, tapinya, sedang menggunakan bahasa yang tipikal cewek alias cuman cewek yang ngerti: bahasa tidak langsung atau kerennya indirect speech. Fenny sebenernya udah mutusin mo pake sepatu yang mana dan tidak sedang minta pendapat; yang dia inginkan adalah konfirmasi dari Bambang bahwa ia terlihat cantik.
Memang cewek kalo ngomong biasanya menggunakan indirect speech alias memberikan isyarat tentang apa yang sebenarnya dia inginkan.Tujuannya adalah untuk menghindari konflik atau konfrontasi sehingga bisa terjalin hubungan yang harmonis satu sama lain. Indirect speech biasanya menggunakan kata-kata seperti 'kayaknya', 'sepertinya' dan sebagainya.
Ketika cewek bicara menggunakan indirect speech ke cewek lain, tidak pernah ada masalah - cewek lain cukup sensitif untuk mengerti maksud sebenarnya. Tapi, bila dipakai untuk bicara dengan cowok, bisa berakibat fatal.
Cowok menggunakan bahasa langsung atau direct speech dan mereka mengambil makna sebenarnya dari apa yang orang lain katakan. Tapi sebetulnya dengan sedikit kesabaran dan banyak latihan, cowok dan cewek bisa kok belajar untuk mengerti satu sama lain.
Jadi kembali ke persoalan sepatu biru atau emas, bagaimana solusinya untuk kaum cowok? Sangatlah penting bagi kaum cowok untuk tidak memberikan jawaban secara langsung. Bila kita re-wind situasi tadi, Bambang harusnya bertanya, "Kamu udah milih yang mana, Sayang?" Dan jawaban berikutnya biasanya, "Ehm... Aku pikir aku bisa pake yang emas ..." karena memang pada kenyataannya Fenny udah milih yang emas."Kenapa yang emas?" tanya Bambang, sambil tersenyum cerdik. "Soalnya aku bakal pake asesoris warna emas dan bajuku ada pola keemasannya, " demikian jawab Fenny. Bambang kemudian dengan yakin akan bisa menjawab, "Wow! Pilihan kamu bagus tuh Fen! Kamu bakal keliatan paling cantik nanti!" Dijamin malam itu Bambang akan sangat bahagia.
Masih inget kan betapa frustasinya manusia terhadap pasangan lain jenisnya?? Nah tapi sebetulnya dalam hati kita tuh masih butuh pasangan loh.
Apalagi Tuhan sendiri kan yang pernah bilang, "Tidak baik kalau manusia sendirian saja." Jadi dalam perjalanan hidupnya manusia terus mencari siapa pasangan yang paling cocok untuk dirinya, supaya bisa terus bersama-sama dalam jangka waktu yang panjang alias seumur hidup...
sumber : http://ponorogozone.com/index.php?topic=255.0

kisah seorang duda



Ku Menuai Hari Ini dan Ku Memetik Esok Hari

Namaku adalah Harianto. Aku adalah seorang duda beranak dua. Kedua puteriku bernama Sintia dan Destia, mereka kini sudah besar dan tinggal bersama mantan isteriku. Aku terkadang merasa rindu kepada puteri-puteriku itu. Tak hanya sekali atau dua kali aku teringat masa-masa bahagiaku di mana puteri-puteriku itu masih kecil.

“Pa, ayo kita ke kebun jagung lagi! Aku mau main ayunan,” suara Destia, puteri bungsuku, yang waktu itu masih berumur 5 tahun selalu berbisik di telingaku. Ya, puteriku yang satu itu teramat sangat bahagia jika ku ajak ke sebuah kebun jagung di belakang perumahanku. Entah punya siapa, tapi aku sering mengajaknya ke sana. Dan putri sulungku, aku selalu teringat ketika ia selalu berkata, “Pa, aku mau berangkat sekolah tapi harus dianter sama Papa ya?” Mungkin saat itu aku merasa sangat direpotkan, apalagi jam sekolah Sintia agak lebih siang daripada jam kantorku yang membuat aku harus bertengkar dengan si Bos dengan alasan mengantar Sintia sekolah. Tapi, betapa saat ini kenangan yang merepotkan itu sungguh aku rindukan.
Saat aku berdoa dalam shalatku, aku bertanya kepada Tuhan, “inikah pelajaran yang harus aku terima, ya Allah?”

Sungguh, jika aku telaah masa-masaku dulu, saat aku masih berada dalam keluargaku, aku bukanlah sosok ayah yang baik. Harus ku akui dosaku, saat aku hampir mencekik mantan isteriku di depan anak-anakku yang masih kecil. Dan betapa aku masih teringat raut wajah ketakutan si bungsuku itu. Saat itu jalanku masih mudah, karena kepolosan seorang anak kecil, anak-anakku dapat memaafkanku. 

Sayangnya saat ini sudah tidak begitu. Mereka telah tumbuh besar. Pikiran mereka pun sudah semakin dewasa, mereka telah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Suatu ketika aku pernah ribut besar dengan kedua anakku dan berkata, “Papa tidak butuh kalian. Lebih baik kalian pergi dari rumah.” Saat itu anak sulungku telah mengingatkan, “Mana mungkin Papa tidak butuh kami? Ingat, Pa. Papa tidak akan selamanya muda seperti saat ini. Pada suatu saat Papa pasti akan tua, dan Papa pasti membutuhkan kami.” Dan betapa sombongnya aku kemudian menjawab, “Hallaaaahh. Memang kalian bisa apa di saat Papa tua? Kalian ini cuman bisa merepotkan Papa aja! Sama kayak Mama kalian! Sudahlah, cepat bereskan baju dan pergi sana! Papa bisa melakukannya sendiri kok!” Ya Allah, sungguh aku telah melakukan kesalahan fatal. Sintia benar, aku tidak akan bisa tanpa mereka. Dan saat ini, di hari tuaku, di umurku yang sudah kepala lima ini aku hanya sendirian. Di rumah kecil, kumuh, dan tidak terurus.

Sebenarnya, saat perceraianku dengan isteriku, aku berhasil menang mempertahankan rumah dan mantan isteriku yang harus pergi. Sedangkan anak-anak, tentu mereka memilih ibunya. Saat ditanya hakim “Mengapa?”, Sintia menjawab, “Kami cukup trauma dengan sikap-sikap kasar Papa kepada kami. Dan kami merasa aman bersama Mama.” Kata itu seolah menusukkan seribu jarum ke jantungku. Ya, Sintia benar. Aku memang selalu kasar kepada mereka juga kepada mantan isteriku. Tidak hanya sekali atau dua kali aku pernah mencambuk mereka dengan ikat pinggang karena hal yang sepele. Namun lebih dari hal itu, yang paling membuat hati mereka terluka adalah setiap perkataan yang sering aku katakan kepada mereka. Mantan isteriku pernah berkata, “Ayah adalah seorang figure utama dalam sebuah keluarga. Ia seharusnya menjadi panutan dalam keluarga. Tapi tidak dengan kamu. Dari perkataanmu saja sudah tidak patut untuk dijadikan panutan. Sedangkan perkataan adalah cerminan dari diri sendiri.” Mantan isteriku pun benar, aku bukan lah panutan yang baik. Oleh sebab itu, aku ikhlaskan jika anak-anakku tidak ingin tinggal bersamaku.
Sudah kehilangan anak, isteri, dan kini perlahan-lahan materi yang aku punya menghilang. Rumah yang aku menangkan saat pengadilan itu, disita oleh bank karena hutangku yang sudah jatuh tempo. Aku pernah bertanya lagi pada Tuhan, “Ya Allah, aku sudah ikhlas harus ditinggalkan isteri dan anak-anakku, tapi kenapa harta yang aku punya juga perlahan harus meninggalkanku?”

Kemudian waktu seolah berputar kembali. Waktu itu aku masih muda, umurku baru 35 tahun, dan aku sudah memiliki segalanya. Harta, kedudukan, dan isteri yang cantik pun sudah aku punya. Dengan segala kelebihan itu, membuat aku merasa di atas angin tanpa memikirkan kekuranganku bahwa aku adalah laki-laki mandul. Aku berselingkuh dengan seorang wanita tanpa sepengetahuan isteriku dan diam-diam menikah siri dengan wanita tersebut. Tentu saja, wanita selingkuhanku itu tidak tahu tentang kemandulanku. Sayangnya, kepura-puraan itu tidak berlangsung lama. Isteriku yang pertama tahu akan perselingkuhanku dan ia pun sangat membenciku.

Berselang tahun dari hal itu, keadaan berbalik padaku. Isteriku diam-diam menikah dengan seorang pemuda dan mengandung anak pertama mereka, ya anak itu adalah Sintia. Saat itu aku benar-benar tidak tahu menahu tentang pernikahan itu karena ku pikir bayi yang ia kandung adalah bayiku. “Mungkin ini mukjizat,” pikirku. Aku baru tahu mengenai pernikahan diam-diam isteriku saat ia sedang mengandung anak keduanya, Destia, dua tahun kemudian. Aku marah sekali pada saat itu. Aku hampir membunuh isteriku dan bayinya dengan memaksanya untuk meminum obat nyamuk. Tapi isteriku dengan tegas menolak dan menamparku sebelum akhirnya ia membawa Sintia pergi dari rumah. Aku geram dan makin geram.

Anak kedua isteriku lahir. Rasa benciku pada isteri dan si bapak dari anak-anak itu tidak kunjung padam. Aku dengan kekuasaanku menyuruh beberapa bodyguard untuk mencari si bapak dari anak-anak itu. Setelah ku dapati rumahnya, ku datangi dia. Aku ingin membalas dendamku kepadanya. Aku ingin menyiksanya. Dan ku sita beberapa aset miliknya termasuk rumah yang satu-satunya ia miliki. Selain itu, aku pun memaksanya untuk menceraikan isteriku dan menandatangani perjanjian di mana ia tidak boleh menemui isteriku serta anak-anaknya. Aku tidak peduli dengan nasibnya kemudian. Yang aku pikirkan adalah dendamku yang sudah terbayar.

Tahun berselang tahun berlalu. Dan kembali ke keadaanku yang sendiri ini. Kilasan cerita itu sudah cukup jelas menjawab pertanyaanku. Ini adalah balasan dari Tuhan kepadaku. Rumahku di sita, tapi aku pun pernah merampas harta milik ayah dari anak-anak yang kini menjadi anakku. Aku tahu isteriku salah, tapi aku juga pernah melakukan hal yang sama kepadanya.

Pada suatu ketika, aku pernah datang berkunjung ke rumah mantan isteriku yang sudah menikah lagi. Keadaanya jauh lebih baik dari keadaanku sekarang. Amarah yang masih tersimpan di hati mantan isteriku masih tersirat dari matanya degan jelas. Ia berkata, “Buat apa kamu datang ke sini? Dasar kamu, Bajingan! Belum puas kamu menyita rumah Setio (suami siri) dan membuatnya mati?” Hal itu menyentakku. Setio meninggal? “Kenapa kamu kaget hah?! Kamu yang membuat Setio sakit-sakitan selama lima belas tahun. Kamu yang memaksa Setio untuk tidak menemui Sintia dan Destia kan? Puas kamu?” lanjutnya. Aku masih terdiam. Aku tidak menyangka tindakanku akan menjadi seperti ini.

Ya, ini adalah kisahku yang nyata. Benar-benar terjadi. Kisahku di masa tua ini begitu lengkap saat aku divonis mengidap penyakit diabetes mellitus dua tahun yang lalu. Aku yang saat ini begitu menyedihkan. Kesombonganku di masa mudalah yang membuat aku menjadi seperti ini. Anak-anakku tidak pernah sekali pun mengunjungiku. Ya, ini karena ucapan sombongku kepada mereka waktu itu. Tapi aku bahagia karena mereka telah mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan keluarga baru mereka.

Seandainya aku dapat bertemu dengan Sintia dan Destia aku ingin minta maaf kepada mereka. Aku tahu mereka telah mengetahui kisah Setio, dan mungkin mereka saat ini sudah amat sangat membenciku dan enggan melihatku. Tapi aku hanya ingin meminta maaf kepada mereka, dan aku akan bersujud di hadapan mereka asal mereka bisa memaafkanku. Aku tidak menginginkan mereka kembali kepadaku, tapi di tengah waktu senjaku yang berpenyakitan ini, hanya nyawaku yang aku punya, sewaktu-waktu Yang Maha Memiliki Hidup akan mengambilnya. Dan aku ingin apabila saat itu tiba, aku telah berada dalam keadaan yang termaafkan.

Dari kisahku ini aku ingin berpesan kepada laki-laki bahwa kalian akan menjadi sorang kepala rumah tangga, seorang ayah, jadilah panutan yang baik, perlakukanlah isteri dan juga anak-anakmu dengan baik. Bagi perempuan, jika suatu saat suamimu tidak dapat memberikanmu keturunan, bertawakallah kepadaNya, mintalah pertolongan kepadaNya karena hanya Dia-lah yang Maha Tahu akan kebenaran. Dan bagi semuanya, ketika harta dan tahta telah kamu raih janganlah sekali-kali kamu sombong. Ingat, harta, tahta, bahkan isteri serta anakmu adalah rezeki yang Dia titipkan kepadamu. Dan saat mereka mendustakanmu, janganlah kamu dendam, karena dendam adalah hal yang paling dibenci olehNya dan sesungguhnya dendam adalah bisikan syaitan yang tiada akhir.

Rabu, 15 Desember 2010

Cerpen : Tinta dan Kertas

cerpen ini saya buat saat kelas satu SMA, jadi maaf kalau ceritanya norak. but, enjoy :D
Tinta dan Kertas

Hujan yang deras itu enggan menghentikan rintiknya yang dingin. Gelegar guntur bersahutan di tengah irama yang diciptakan sang hujan. Tersudut aku di tepi kamar. Hijaunya kamar yang sejuk, ternyata tidak dapat menyejukkan hatiku yang kalut. Segala suara itu terdengar. Bagaikan dentuman bom yang menakutan. Segala makian terlontar bersahutan. Sungguh memilukan. Aku kelu mendengar segala caci maki itu. Hendak aku berlari ke luar, dan berteriak untuk menghentikannya. Tapi aku tak kuasa. Aku hanya menangis dalam hati dan meringkuk di sudut kamar yang sempit.

"Kalau kamu tidak bisa mengurus anak, lebih baik kamu keluar dari rumah ini! Sejak dulu kamu memang tidak perhatian sama keluarga. Kamu juga tidak peduli sama aku dan anak-anak," teriak yang wanita.
"Aku pergi-pergi itu karena aku mencari uang," jawab yang pria membela.
"Uang darimana? Tiap hari aku yang memberi anak-anak uang, makan, dan semuanya," bantah yang wanita.
Cacian, saling menyalahkan, membela terus berlanjut, dan aku hanya bisa menutup telinga dan menangis dalam hati. Rena, adik perempuanku, hanya mencibir seraya mendengarkan lagu dari komputer dengan suara yang dahsyat.

Kenapa semuanya jadi seperti ini?pikirku. Aku kembali teringat kata-kata yang sangat tidak aku harapkan.
"Shelen, kalau seandainya Mama harus pisah sama Ayah kamu, kamu tidak apa-apa?" suara halus itu sungguh tepat menembak sasaran di titik yang paling kritis. Tidak bisa aku bayangkan, segala pikiranku beberapa hari yang lalu benar-benar tepat. Saat itu, aku hanya terdiam. Terdiam bukan karena berpikir, tapi mencoba menenangkan hati dan berusaha terlihat kuat. Aku tidak ingin, wajah yang ada di depan mataku ini menangis karena harus melihat aku yang bersedih. Aku terlalu sayang padanya.

Dengan sekuat tenaga, aku tarik napas yang panjang, dan ku hembuskan perlahan. Kemudian aku menjawab dengan senyuman, "tidak apa-apa". Tapi wajah itu, wajah yang amat aku sayangi, menatap aku pertanda kesedihan. Aku tidak bisa membohongi dirinya. Dia tahu aku sedih, dan mencoba tegar.

Pandanganku menyapu kamar sekilas. Sepintas aku menggerutu, “Inikah hadiah yang aku terima? Hadiah setelah aku berhasil meraih juara satu dan hadiah ulang tahunku”. Aku tersenyum ironi. “Sungguh kasian diriku ini. Mendapatkan hadiah yang benar-benar berbeda dan tidak dijual dimana pun.”
Kemudian mataku tertuju pada sebuah kertas lusuh tak berbentuk tergeletak di bawah meja belajar. Ku ambil kertas itu, dan ku bawa ke atas meja. Ku raih sebuah bolpoin. Dan ku goreskan tinta hitamnya di atas kertas lusuh itu.

Jika ego telah berkata
Tiada mata yang melihat
Dan tiada telinga yang mendengar


    Untuk beberapa saat aku terhenti. Aku marah. Tapi, suara yang tak sengaja aku dengar di kala malam dan wajah sedih yang baru saja aku lihat itu seakan menggema di telinga dan membayang di dalam tempurung kepalaku. Kemudian ku lanjutkan bait yang terputus itu.

Tapi aku
Yang masih bisa melihat
Yang sanggup mendengar
Tidak ingin melihat sedihnya yang tersembunyi
Dan tidak ingin mendengar tangisnya di kala malam

Shelen sayang Mama.


Setelah aku puas menuangkan segala pikiranku. Ku pandangi dengan tatapan kosong kertas lusuh itu. Setitik air mata terasa hangat di ujung bibirku. Ku lipat dengan asal kertas lusuh itu, dan ku buang ke tempat sampah.
***

Cahaya matahari rupanya sedang berpihak padaku. Hari ini akan menjadi hari yang indah. Aku punya firasat baik untuk hari ini dan aku nampak semangat. Hari ini akan ada pembagian rapor. Agak gugup, tapi aku senang karenanya. Semakin aku penasaran, semakin aku akan bersyukur jika firasatku benar.

"Kira-kira, nilai raporku bagaimana ya?" tanyaku untuk yang ke sekian kali pada Sasha, teman sebangkuku.
Sepertinya Sasha sedikit bosan dengan pertanyaanku yang terus aku tanyakan, walaupun jawaban yang akan diberikannya akan selalu sama. Sasha menghela napas. Kemudian dia berkata, "ya ampun, Shelen. Ini pertanyaan kamu yang ke dua puluh lima. Aku sudah bosan. Sekali lagi kamu tanyakan pertanyaan itu, aku tidak akan menjawabnya!".

"Tadi sudah aku katakan, kalau nilai rapormu pasti bagus. Kamu hampir tidak pernah ikut remedial, dan pasti nilai-nilai kamu lebih tinggi dibandingkan aku," lanjut Sasha.
"Tapi, nilai olahragaku? Aku pernah tidak hadir saat ujian renang," tanyaku khawatir.
"Itu sudah aku katakan juga bukan? Kamu tidak perlu khawatir yang berlebihan! Pak Heru, bukan orang yang pelit nilai. Jadi, dia tidak mungkin memberi kamu nilai di bawah tujuh hanya karena kamu tidak mengikuti pelajarannya sekali. Sedangkan, waktu itu kamu tidak hadir bukan karena kamu malas bukan? Hanya saja, kamu izin tidak mengikuti pelajaran itu karena ada kepentingan lain," jawab Sasha, aku cukup terhibur dengan kata-katanya.
"Doakan saja ya," kataku. Sasha tersenyum. Senyuman itu bukan senyuman yang tidak memiliki arti. Aku langsung mengerti apa maksudnya. "Iya, nanti aku traktir. Tapi kalau aku mendapatkan peringkat tiga besar ya," kataku seakan menjawab pertanyaannya.

Cahaya matahari yang benar-benar menghangatkan setelah diguyur hujan beberapa hari yang lalu, menampakkan sinarnya yang semakin menyilaukan. Pertanda hari semakin siang. Di depan kelas, aku serta beberapa temanku menunggu. Sesekali orang tua dari mereka keluar membawa buku bersampul abu-abu itu. Ada yang dengan wajah bahagia, adapula dengan wajah kecewa.
Aku menunggu dengan sedikit gelisah. Sudah beberapa jam berlalu, tapi mamaku belum datang juga. Beberapa kali aku berusaha untuk menghubungi ponselnya, tapi tidak ada jawaban darinya. Hingga aku berniat untuk menunggunya di depan sekolah.

Tapi baru beberapa langkah, wajah yang aku tunggu itu datang.
"Maaf, Shelen. Mama telat. Tadi Mama ke sekolah Rena dulu untuk mengambil rapornya," kata mama.
"Lalu, hasil rapor Rena bagaimana?" tanyaku.
"Peringkatnya turun. Dia di peringkat delapan," jawab mama agak kecewa. Kemudian dia beranjak masuk ke dalam kelas.
Jujur, aku semakin tegang. Khawatir, takut, penasaran, bercampur menjadi satu. Keringat dingin pun tidak dapat aku tahan. Sesekali aku melihat ke dalam kelas. Dan sesekali pula aku menggerutu, "Lama sekali. Kapan namaku dipanggil?"
Dan akhirnya, namaku pun disebutkan oleh wali kelas. "Shelen Nugraha Jinjaseta," panggil wali kelasku. Mama, yang mewakiliku pun maju ke depan. Setelah beberapa jam menahan rasa yang teramat penasaran itu, akhirnya mama ke luar dari kelas membawa sebuah buku bersampul abu-abu dengan namaku di bagian sampulnya.
"Bagaimana, Ma ?" tanyaku tanpa basa-basi. Mamaku tidak menjawab apa pun. Hanya seulas senyuman yang dia berikan. Aku lega. Aku tidak mengecewakannya. Meski aku tidak tahu hasil pastinya, tapi setidaknya aku bisa merasa bahagia dengan senyumannya itu.
Dan tiba-tiba, ada seorang dari temanku berkata, "Shelen, selamat ya. Kamu mendapatkan peringkat satu."
Setengah tidak percaya aku mendengarnya.
***

Libur yang dinantikan itu pun datang bertepatan dengan hari ulang tahunku. Pukul sepuluh yang biasanya hujan, hari ini menampakkan cahayanya yang menyilaukan. Cahayanya yang masuk melewati jendela kamarku itu, menusuk mata tepat saat aku membuka mata. Saat aku membuka mata, datang sebuah kecupan yang hangat. Kecupan yang sangat membuat hati ini terharu.
"Selamat ulang tahun ya, Sayang, " ucap Mamaku disusul dengan adikku.
"Selamat ulang tahun ya, Mbak," ucap Rena.

Meski tidak ada kue ulang tahun, kado atau apapun, tapi aku bahagia. Karena orang yang aku cintai masih mengingat ulang tahunku. Tapi sejenak bahagia  itu terhenti. Entah dimana ayahku. Sejak aku kecil, aku tidak pernah menerima ucapan selamat ulang tahun darinya. Terkadang, hal yang membuat hatiku miris, saat dia lupa nama lengkapku.

Tak lama kemudian, ponselku pun berdering. Ada telepon. Segera aku angkat telepon itu disertai pandangan penasaran dari mama dan Rena.
"Happy Birthday ya, Sayang!!!!" ucap seorang di ujung telepon tepat saat aku menekan tombol Answer.
Belum sempat aku mengatakan apa-apa, terdengar sebuah lagu sederhana. Lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ dengan aransemen yang berbeda dan dinyanyikan oleh suara serak itu. Lagu itu terdengar indah. Tapi seketika aku tertunduk lemas mendengarnya. Aku terdiam dalam alam pikirku. Tapi lagu itu terus berputar. Si penyanyi pun tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan. Dia masih saja memainkan gitar klasiknya. Hingga saat lagu itu berhenti…..
"Hei… Kamu kenapa? Kamu melamun ya?" tanya Teguh, si penelepon yang tidak lain adalah pacarku.
"Ehmm… Maaf…" sentakku. Untung saja, mama dan Rena sudah beranjak dari kamarku. Karena jika tidak, aku tidak tahu harus menjelaskan apa pada mereka kalau melihat aku menangis seperti ini.
"Kamu kenapa? Kamu menangis?" tanya Teguh.
"Tidak. Aku tidak menangis," jawabku sesenggukkan. Tentu Teguh tidak percaya. Karena suaraku yang berubah serak. Dia seakan tahu kalau aku sedang menangis.
Dia terdiam untuk beberapa lama. Aku tahu apa yang dia inginkan. Sifat Teguh yang seperti ini, pasti karena dia ingin aku menjelaskan apa yang terjadi. Aku sudah mengenal Teguh lebih dari setengah umurku, jadi aku sudah tahu benar tentang sifat-sifat dia yang seperti ini.
Kemudian aku menarik napas panjang. Sekuat tenaga aku berusaha meyakinkan dia. Sekali lagi aku berkata, "aku baik-baik saja. Aku tidak menangis". Aku berusaha menahan suaraku yang serak dan sesenggukkan itu supaya tidak terlihat seperti orang yang menangis.
"Oh, baiklah. Aku mengerti. Mungkin nanti kamu akan cerita," katanya. Rupanya dia tidak ingin memaksaku. Sekali lagi, dia seakan tahu apa yang aku pikirkan.
Untuk beberapa menit, pembicaraan itu berlangsung. Sampai pada pukul sebelas siang, pembicaraan melalui telepon itu terhenti. Beberapa menit, aku masih menempelkan ponselku di telinga kananku. Memastikan tidak ada lagi suara di sana selain nada ‘tut…tut…tut’
Air mata yang sudah aku tahan, akhirnya turun kembali seperti merindukan bumi. Sungguh. Aku bingung dengan tangisan ini. Aku sedih, tapi aku marah.

Ku pandangi sekitar. Dan ku raih sebuah notebook kepunyaan Rena. Ku pikir, tidak masalah jika aku ambil selembar kertasnya. Aku ambil sebuah spidol yang berada dekat denganku, dan ku torehkan tinta merahnya di atas selembar kertas itu.

Terlupakan dengan orang terkasih adalah hal yang paling menusuk hati. Yang terjauh, masih sedia mengingat. Tapi yang terdekat, sudah enggan mengingat. “Jahat.” Ingin aku berteriak itu di depan wajahnya yang renta. Mengingatkan padanya, aku masih ada. Aku masih putrinya. Dan ingatkan padanya, kalau aku marah.

Segala emosi yang ada, telah tertuangkan. Aku merasa sedikit lega. Ku tarik napas kuat-kuat, dan ku hembuskan perlahan. Pandanganku tertuju pada kertas itu. Aku lipat kertas itu sekecil mungkin, dan aku buang ke tempat sampah.
***

"Shelen, Rena, seandainya nanti Mama sama Ayah harus bercerai, kalian harus siap ya," ucapan itu baru saja bergeme di telingaku dan Rena semalam. Dan itu merupakan kali kedua aku mendengar kabar itu.
Jujur. Aku heran. Tidak ada satu pun reaksi yang ditunjukkan Rena. Dia hanya diam dan bercanda seperti biasa. Tapi tawanya yang lepas itu, mengisyaratkan kesedihan, dan itu terbaca oleh mama.
***

Pukul sebelas malam sudah ditunjukkan oleh jam di dinding. Mataku masih tidak ingin terpejam. Setiap ku pejamkan, suara itu terdengar.
“Seandainya nanti Mama bercerai dengan Ayah, kamu tidak apa-apa?”
Aku tersiksa. Rasa kantuk dan kata hati berjalan berlawanan. Dan aku putuskan, untuk meminum segelas air agar aku merasa sedikit lebih tenang. Aku berjalan keluar kamar. Sepi. Pantas saja, semuanya sudah tidur sedangkan Ayah belum pulang.

Aku menengok sekilas ke dalam kamar Rena yang terbuka pintunya. Wajah yang memelas itu tampak tenang. Seperti tidak ada beban yang dia bawa dalam tidurnya. Kemudian aku kembali berjalan ke dapur. Ku ambil sebuah gelas, dan ku tuangkan air dari sebuah botol. Hanya kucuran air dan dentingan jam yang bisa terdengar olehku.

Setelah selesai, aku kembali ke kamar. Aku sudah merasa lebih tenang. Saat aku buka pintu kamarku, aku mendengar suara tangisan. Aku berjalan mengikuti arah suara yang ternyata membawaku ke kamar mama. Untuk beberapa detik aku berusaha mendengar lebih baik. Dan tentu bisa ku kenali suara itu. Ku buka sedikit pintu kamar mama. Dan bisa ku lihat di dalamnya, seorang wanita yang tengah terduduk di dalam shalatnya. Tangannya menengadah ke atas. Di kedua matanya, bersinar butiran-butiran air mata. Hatiku kenes melihat suasana itu. Tidak sanggup aku melihatnya menangis. Ini sudah bukan kali pertama aku melihatnya menangis di tengah malam seperti ini.

Dengan langkah perlahan, aku kembali ke kamarku. Di dalam, aku hanya terdiam, dan akhirnya menangis tanpa suara. Di atas sebuah kertas, kembali ku tuangkan beberapa kalimat.

Bukan hal pertama aku melihatnya menangis. Hatiku miris. Aku sedih dengan kata pisah itu. Tapi aku tidak sanggup jika harus melihatnya menangis di kala buah hatinya tertidur. Pria tidak berhati bukanlah orang biasa. Dia adalah ayahku. Tapi dia sudah membuat orang yang paling aku sayang menangis.

 Dan seperti biasa, kertas itu lalu ku buang. Dan aku langsung tertidur pulas.
***

Di sebuah siang yang panas, aku kembali merenung. Sudah sebulan berlalu semenjak aku dan Rena tahu akan hal itu. Segalanya berubah. Tak ada lagi ayah yang selalu menemani aku menonton televisi hingga larut malam. Tak ada lagi jalan keluarga yang biasa dilakukan di hari Minggu. Ayah pun tidak lagi sering di rumah. Bahkan, hanya untuk makan pun, dia lakukan di luar. Semua seakan bisu. Menjaga gengsinya.
Aku rasa, jalan itu memang sudah harus ditempuh. Dan benar saja. Tepat di minggu kedua di tengah bulan kasih sayang, talak itu telah dijatuhkan. Sidang telah dilaksanakan. Dan segalanya telah berakhir.
Sedih tidak bisa aku bendung dalam hati ketika palu itu diketukkan tiga kali. Air mata perlahan menitikkan kehangatannya. Tapi aku bisa menahannya setelah melihat wajah mama yang terlihat lebih lega.
***

Malam begitu indah seakan menghiburku. Awan seakan mengalah untuk pergi. Bulan yang menjadi namaku, seakan menjadi teman. Cahayanya yang  indah terpancar dengan bebas. Untuk menghilangkan penat, aku sengaja keluar rumah. Duduk di teras, sendirian, seraya menikmati semilir angin darat yang berhembus dan indahnya terang bulan, rupanya sedikit membantuku. Perlahan, segala pikiran dan kesedihan itu terbuang. Suara jangkrik yang indah juga menambah syahdunya suasana malam.

Esok akan menjadi hal yang baru bagiku. Tak ada lagi kebersamaan yang dulu. Semua akan baru. Aku harus membiasakan segalanya dari awal. Tidak ada lagi, Ayah yang akan rela dirinya dihina hanya untuk mengantarkan aku ke sekolah
Mungkin nanti aku akan rindu pada Ayah. Terkadang dalam bayangku, aku melihat wajah Ayah yang sendiri tanpa aku, Rena, dan Mama. Wajah yang mulai renta dimakan usia itu akan hidup sendiri, tanpa ada yang mengasihani, tanpa ada yang menjadi sandarannya. Dan tanpa orang yang dia kasihi. Sempat terbayang, jika nanti aku tidak bisa melihat wajahnya lagi. Hingga kini, tidak ada yang aku lakukan dapat membahagiakannya.
Hatiku miris jika bulan ingin tahu. Aku berduka melihat jalan hidupku ini. Tapi, aku akan tetap bahagia, selama aku masih bisa melihat Mama yang tersenyum. Aku tidak bisa lagi mendengarnya menangis. Dan sekarang, aku bisa melihat bahagianya. Wajahnya berseri seraya bercakap dengan orang yang ada di sana. Yang mungkin bisa membuat tangisan itu tidak lagi aku dengar untuk selamanya.

    I LOVE MAMA…

Segala emosiku telah tertuang di dalam beberapa paragraf pendek di atas kertas kucel yang tidak sengaja aku pungut dari meja taman. Dan tidak seperti biasanya. Kertas itu aku lipat dengan rapi membentuk sebuah pesawat kecil. Kemudian ku terbangkan pesawat itu. Biarkan angin yang membawanya pergi bersama segala penat dalam dadaku.

    Ku pandangi arah pergi kertas itu. Dengan ringan kertas itu mengudara seperti hati ini yang sedikit lebih lega.  Tiba-tiba aku tersenyum. Aku teringat dengan beberapa pertanyaan Sasha beberapa bulan yang lalu.
"Ya ampun, Shelen. Diary yang aku kasih ini, kenapa masih kosong? Kamu tidak menggunakannya? Bukankah kamu senang menulis?" tanya Sasha saat berkunjung ke rumahku dan mendapati diary, kado darinya, yang bersandar di antara jajaran buku.
"Diary itu tidak sepenuhnya kosong kok. Kamu tidak melihat? Di bagian awalnya itu," jawabku.
"Mana? Di sini hanya tertulis namamu saja. Tidak ada satu pun curhatan darimu. Aku kira, kamu senang menulis pengalamanmu dan segala pikiranmu. Karena selama aku duduk denganmu, aku sering melihatmu menulis segala yang kamu pikirkan," kata Sasha.
"Ya, aku memang senang menulis. Dan aku memang senang menuliskan segala pengalaman dan pikiranku," jawabku. Seketika Sasha memandangku dan di wajahnya seperti terbentuk sebuah tanda tanya besar. "Aku tidak menuliskan semuanya dalam diary. Aku tidak suka menulis diary," kataku seakan menjawab tanda tanya itu, membuat tanda tanya baru di wajah Sasha.
"Lalu, kamu menulisnya di mana?"

Aku tidak menjawab. Aku hanya menyodorkan selembar kertas kucel dari tempat sampah di kamarku. Untuk beberapa saat, alis tebal Sasha terangkat tidak percaya. Kemudian dia berkata, "kau aneh". Tapi aku hanya tersenyum geli mendengarnya.

"Kenapa kamu lebih senang menulis di kertas lusuh seperti ini daripada diary ?" tanyanya yang lain itu terdengar. Namun, aku tidak menjawab. Aku hanya tersenyum.

Karena hanya dalam kertas itu, segala pikiranku itu menjadi benar-benar rahasia. Tidak ada yang peduli ataupun penasaran dengan kertas lusuh yang terbuang di tempat sampah. Semua akan mengira itu hanyalah sampah, tanpa mengetahui isinya. Dan hanya dalam kertas itulah, masa lalu akan benar-benar menjadi masa lalu. Karena jika terbuang, tidak akan pernah bisa aku mengembalikannya.

BERSAMBUNG...